Selasa, 14 April 2009

Tugas Geografi

Terancamnya Kelangsungan Hidup Primata di Indonesia
Di Indonesia terdapat berbagai jenis primata. Antara lain Owa (Hylobates sp), Siamang Sumatera (Hylobates Syndactylus), dan Orang Utan (Pongo Pygmaeus). Namun sungguh disayangkan, sekarang ini sumber daya alam yang berupa hewan dan tumbuhan mulai mengalami kelangkaan. Termasuk juga primata.
Secara alamiah, hewan dan tumbuhan memang akan menjadi langka dan punah. Menurut data Perkumpulan Konservasi Dunia (IUCN), 1-5 spesies terancam punah setiap tahun karena penyebab alamiah, misalnya letusan gunung berapi dan bencana alam. Namun sekarang, ratusan spesies menjadi langka dan terancam punah setiap tahunnya! Para ahli tegas menyatakan, manusialah penyebabnya.
Hal ini memang seharusnya menjadi perhatian kita. Karena ternyata kitalah subjek utama dalam hal perusakan lingkungan hidup kita sendiri. Populasi primata di Indonesia khususnya Owa, Siamang, dan Orang Utan berada di ambang kepunahan. Banyak hal yang menyebabkan kelangkaan pada hewan khususnya primata di Indonesia. Antara lain karena adanya perburuan liar, perambahan hutan, pembukaan lahan untuk perkebunan, pembukaan areal tambang yang tidak terkendali, dan perdagangan illegal.
Dalam kasus Orang Utan misalnya. Perdagangan Orang Utan (Pongo Pygmaeus) masih kerap kali terjadi meski sudah ada undang-undang yang melarangnya. Misalnya perdagangan Orang Utan dari Kalimantan Barat ke Sarawak, Malaysia. Biasanya pengiriman Orang Utan ke Malaysia dilakukan melalui perbatasan Bandau (Kapuas Hulu) dan Lubuk Antu (Sarawak). Biasanya Orang Utan yang diselundupkan masih bayi. Orang Utan yang berhasil diselundupkan tiap ekornya dijual seharga Rp 475 juta. Data WWF menyebutkan pada tahun 2005 sedikitnya ada 15 ekor Orang Utan yang diselundupkan ke Malaysia. Diperkirakan, angka itu tiap tahunnya mengalami penurunan. Karena penjagaan di daerah perbatasan juga semakin diperketat.
Jenis orang utan yang sering diperdagangkan antara lain Orang Utan Sumatra dan Orang Utan Kalimantan. Orang Utan Sumatra termasuk dalam kategori Critically Endangered (sangat mungkin punah dalam waktu amat singkat) dan Orang Utan Kalimantan termasuk kategori Endangered (mungkin punah dalam waktu dekat, dan jumlahnya lebih banyak dari status Critically Endangered). Orang Utan Sumatra (Pongo Abelii) adalah yang paling terancam punah. Ia hidup di Pulau Sumatra bagian utara dan barat. Orang Utan Sumatra memiliki bulu wajah yang lebih panjang, bila dibandingkan dengan Orang Utan Kalimantan. Ia terancam punah karena hutan tempat tinggalnya dirusak untuk perdagangan kayu dan perkebunan kelapa sawit. Jumlahnya kini sekitar 3.000 ekor.
Perdagangan Orang Utan ini mungkin sekali menyebabkan punahnya hewan-hewan yang dilindungi. Karena biasanya hewan yang diselundupkan 95% merupakan hasil tangkapan dari alam bebas dan bukan hasil penangkaran. Bahkan lebih dari 20% hewan illegal yang dijual di pasaran , mati akibat sistem pengangkutan yang tidak layak. Oleh karenanya langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mencegah kepunahan Orang Utan antara lain memperbaiki hutan yang rusak atau menyediakan lahan untuk habitat dan melepaskan kembali orang utan ke alam bebas. Namun akan lebih baik jika penjagaan setiap kawasan diperketat untuk mencegah upaya perdagangan Orang Utan.
Sejak tahun 1942, Orang Utan dinyatakan sebagai satwa dilindungi. Ketetapan itu dikuatkan kembali dengan adanya UU No. 5 tahun 1990. Perburuan dan perdagangan orang utan merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan bisa dihukum penjara maksimum 5 tahun dan denda 100 juta.
Lain halnya dalam masalah Owa dan Siamang. Owa (dalam bahasa Inggris disebut gibbon) dan Siamang terancam punah . Khususnya di Sumatra, yang terancam punah adalah Owa bertangan putih (Hylobates lar), Owa Agile atau Ungko (Hylobates Agilis), Owa Klossi (Hylobates Klosi ), dan Siamang (Symphalangus Syndactylus). Saat ini jumlah Owa dan Siamang Sumatra diperkirakan tinggal 30.000 ekor. Dan dikhawatirkan akan terus berkurang dan terancam punah. Hal ini karena adanya perburuan liar, perambahan hutan, dan pembukaan lahan untuk kebun kelapa sawit.
Menurut Yayasan Kalaweit, jika jumlah Owa dan Siamang berkurang dipastikan hutan juga akan terganggu. Sebab kedua jenis hewan itu berperan penting membantu regenerasi hutan. Yayasan ini adalah organisasi yang melestarikan Owa dan Siamang Sumatra. Kedua spesies ini dilindungi oleh UU No. 5 Tahun 1990 tentang larangan pemeliharaan dan perdagangan satwa langka oleh masyarakat. Namun upaya pemerintah untuk menyelamatkan kedua hewan tersebut dari kepunahan belum maksimal. Karena beberapa tahun terakhir ini, masih banyak owa dan siamang yang dipelihara oleh warga. Tujuan pemeliharaan biasanya hanya untuk kesenangan.
Melihat terancamnya kehidupan primata, seharusnya kita mulai sadar untuk tidak lagi bertindak sewenang-wenang atas alam. Dimulai dari kitalah yang harus menghentikan tindakan merusak alam seperti menebang pohon secara illegal untuk eksploitasi, membakar hutan, membuka hutan untuk perkebunan, perdagangan hewan illegal, dan perburuan liar. Karena kita membutuhkan lingkungan untuk hidup secara seimbang demi hidup yang berkelanjutan tanpa perlu saling mengancam kehidupan yang lainnya.

Agnes Pujiaridiati/ XI IPS 1/2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar